Lintasdunia.my.id – Perkembangan terbaru dalam kasus Antonius anak Lukminto dengan Perkara Nomor 262/Pid Sus/2024/PN Cjr, seorang individu dengan gangguan skizofrenia paranoid yang tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Cianjur, mengungkap fakta mengejutkan yang mengusik nurani kemanusiaan. Di balik jeruji besi, Antonius tidak hanya menghadapi dakwaan pidana, tetapi juga mengalami perlakuan tidak manusiawi dan diskriminasi yang memprihatinkan.
**Korban Kekerasan Fisik dan Pengabaian Medis**
Sidang yang digelar pada 14 Oktober 2024 mengungkap fakta mengejutkan bahwa Antonius telah menjadi korban kekerasan fisik saat ditahan di Pengadilan Negeri Cianjur. Luka-luka yang ditemukan di tubuhnya menjadi bukti nyata bahwa hak asasi manusia Antonius sebagai tahanan telah dilanggar secara keji. Selain itu, pengakuan Antonius mengenai kesulitan mendapatkan pengobatan kejiwaan yang memadai selama masa penahanan semakin memperparah situasi yang ia hadapi.
*Peretas Situs Judi Online atau Korban Sistem?*
Ironisnya, di tengah penderitaan yang dialaminya, Antonius sempat meretas situs judi online sebelum ditangkap. Aksi ini justru seharusnya diapresiasi sebagai upaya untuk melawan kejahatan. Namun, alih-alih mendapatkan penghargaan, Antonius malah dihadapkan pada jeratan hukum. Pertanyaan besar muncul: Apakah tindakan meretas situs ilegal yang dilakukan oleh seorang individu dengan gangguan kejiwaan layak dianggap sebagai kejahatan? Atau justru, ini adalah cerminan dari kegagalan sistem dalam melindungi masyarakat dari kejahatan siber?
*Kontroversi Pengobatan dan Pelarangan Publikasi*
Lebih lanjut, sidang ini juga mengungkap sejumlah kontroversi, termasuk:
Pengadaan obat-obatan: Dari mana asal obat-obatan kejiwaan yang diberikan kepada Antonius selama ditahan? Apakah prosedur pengadaannya sudah sesuai dengan standar kesehatan?
Pelarangan posting di TikTok: Mengapa hakim melarang publikasi terkait persidangan di TikTok, sementara YouTube diperbolehkan? Kebijakan yang tidak konsisten ini menimbulkan pertanyaan tentang upaya untuk membatasi akses publik terhadap informasi.
Ketidakhadiran saksi kunci: Ketidakhadiran saksi dari Tokopedia dan psikolog dalam persidangan menimbulkan keraguan atas validitas bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
*Seruan untuk Keadilan dan Perlindungan*
Kasus Antonius anak Lukminto menjadi sorotan penting tentang bagaimana sistem peradilan kita memperlakukan individu dengan gangguan kejiwaan. Kekerasan, diskriminasi, dan pengabaian yang dialami Antonius adalah cerminan dari kegagalan kita dalam melindungi kelompok rentan ini.
Kami, sebagai masyarakat yang peduli pada hak asasi manusia, mendesak:
Penyelidikan menyeluruh: Pemerintah harus melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kasus kekerasan yang dialami Antonius dan mengambil tindakan tegas terhadap pelaku.
Peningkatan akses terhadap layanan kesehatan jiwa: Pemerintah perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa yang berkualitas, terutama bagi mereka yang berada di balik jeruji besi.
Perlindungan hukum bagi individu dengan gangguan kejiwaan: Sistem peradilan harus memberikan perlindungan khusus bagi individu dengan gangguan kejiwaan, dengan mempertimbangkan kondisi mereka dalam setiap tahap proses hukum.
Transparansi dalam proses peradilan: Publik berhak mengetahui seluruh fakta dalam kasus ini. Oleh karena itu, kami mendesak agar persidangan dilakukan secara terbuka dan transparan.
Mari bersama-sama memperjuangkan keadilan bagi Antonius dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Kepala Pers Jawa Barat: Haris Pranatha, Humaniora